top of page

NEWS & UPDATES

Dr Lucy, apakah boleh kami diceritakan secara singkat sejarah diadakannya Symposium on Nutri Indonesia?

Symposium on Nutri Indonesia diselenggarakan atas prakarsa Dr. dr. Iqbal Mustafa, SpAn dan Prof. Xavier Leverve, MD, PhD. Diselenggarakan pertama kali pada tahun 2003 di Jakarta oleh Yayasan Nutri Indonesia (YNI), dengan ketua panitia adalah Iqbal Mustafa. Sejak tahun 2011, Symposium on Nutri Indonesia diselenggarakan oleh Perhimpunan Nutrisi Indonesia (Indonesian Nutrition Association), yang merupakan reorganisasi YNI. Sedianya simposium dilaksanakan setiap tahun tetapi pada beberapa kali tidak dapat terselenggara, serta beberapa kali diselenggarakan di luar Jakarta.

Apakah tujuan dari diadakannya Symposium on Nutri indonesia setiap tahunnya oleh Perhimpunan Nutrisi Indonesia?

Tujuan Symposium on Nutri indonesia, tetap sama seperti pada saat awal diselenggarakan, yaitu menjadi wadah untuk membagikan dan sekaligus berbagi /sharing pengetahuan tentang nutrisi. Dengan hadirnya sahabat/nara sumber manca negara, materi diskusi lebih luas dan kekinian. Selain itu, simposium ini juga memberikan kesempatan bagipara pakar dan peminat gizi untuk menampilkan karya ilmiah baik penelitian atau laporan kasus yang dilakukan.

Apakah yang membedakan the 11th Symposium on Nutri Indonesia tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya?

The 11th Symposium on Nutri Indonesia 2016 istimewa karena diselenggarakan berbarengan dengan The 3rd International Nutrition Symposium. Acara ini sangat positif karena memudahkan dan meringankan biaya bagi peminat nutrisi lingkup internasional yang dapat diikuti di tanah air.

Tema yang diangkat tahun ini adalah Nutrition as food, supplement and therapy, pesan apa yang ingin disampaikan kepada calon peserta dengan diusungkannya tema ini?

Tema tersebut dipilih karena ilmu nutrisi moderen tidak hanya memperlakukan/memanfaatkan nutrisi sebagai makanan semata, tetapi juga pada saat tententu dapat berperan sebagai suplemen atau obat (terapi). Sehingga, dengan mengusung tema tersebut, diharapkan akan membuka wacana dan meningkatkan pengetahuan tentang nutrisi dalam mendukung kesehatan dan pencegahan/penyembuhan penyakit.

Kami perhatikan ada cukup banyak pembicara internasional yang akan turut berpartisipasi dalam kegiatan ini, bagaimana INA membina hubungan dengan para pembicara internasional ini sehingga mereka ingin turut serta dalam Symposium ini?

Para narasumber asing adalah sahabat INA, sahabat alm Iqbal Mustafa yang telah mendukung dan hadir sejak penyelenggaraan pertama, serta narasumber yang dihadirkan oleh sponsor. Hubungan dengan para narasumber lebih bersifat persahabatan dan ikatan yang bersifat ilmiah. Dalam artian, para narasumber tersebut hadir atas dukungan finansial dari institusi asal.

Siapa saja yang bisa mendaftar untuk mengikuti symposium ini?

Kami sangat terbuka bagi semua peserta yang ingin mengikuti simposium ini. Para sejawat dokter yang dalam kegiatan sehari-hari bersentuhan dengan nutrisi, akan mendapat banyak menfaat dari mengikuti acara simposium ini. Demikian juga sejawat dietisien dan perawat, serta para peminat nutrisi lainnya.

Bagaimana cara mendaftarnya?

Pada penyelenggaraan Symposium on Nutri Indonesia, kami menunjuk PACTO Convex sebagai rekanan pelaksana termasuk pendaftaran. Bagi pendaftar , silakan menghubungi PACTO Convex Phone : (62-21) 570 5800 Ext 504; 5735538 (Direct) atau secara online

Pendaftar mahasiswa mendapat keistimewaan biaya lebih murah, demikian pula anggota organisasi pendukung.

Pertanyaan terakhir dok, apakah ada harapan Symposium on Nutri Indonesia ini untuk tahun-tahun yang akan datang akan berkembang seperti apa?

Diharapkan, Symposium on Nutri Indonesia di tahun-tahun mendatang dapat memberikan lebih banyak fasilitas dan kesempatan diskusi/sharing ilmiah sesuai dengan perkembangan jaman. Kami juga berharap akan lebih banyak organisasi serta sahabat narasumber asing yang mendukung.


It is widely known that the intestinal mucosa is responsible for the absorption of nutrients, in which influenced by the integrity of tight junctions. What are tight junctions? Tight junctions are the major complexes responsible for the adherence of intestinal epithelial cells to one another and are an important part of the intestinal barrier. Thus, maintaining the tight junctions integrity is critical for the nutrient absorption, host defense, and host immunity. Ingrid S. Surono, a probiotics expert from Indonesia presenting her study “Probiotics and Nutritional Benefits for Young Children” and proves that supplementation of dadih (the Indonesian traditional fermented milk) strain, Lactobacillus plantarum IS-10506 for 90 days at 1010 cfu/day significantly improved nutritional status of pre-school children, i.e. significant increased in bodyweight, serum zinc, and serum selenium. This evidence shows increased evidence that microbes used in the study could affect intestinal barrier function, and regulate the entry of nutrients.

Mazlyn MM et al, probiotics experts from Malaysia did a study to evaluate the efficacy of fermented milk with Lactobacillus casei Shirota (LcS) in adults with Rome II functional constipation. Their findings indicate that provision of LcS >3,0 x 1010 cfu) may play a role in alleviating severity of constipation and exert a stool softening effect. While Kazuyoshi Takeda and Ko Okumura, probiotics experts from Japan demonstrated that probiotics LcS also enhances NK (natural killer) cell activity independently of acquired immune cells (T and B cells), in which anti-interleukin (IL)-12 and Interferon (IFN)-gamma would be responsible for the NK cell activation.

Aside from probiotics, then what will be the health benefits of prebiotics? As presented by Glenn Gibson, from the United Kingdom, prebiotics serve to elicit changes in the gut microbiota composition that increase populations of purpoted beneficial gut bacterial genera. Some prebiotics can be obtained by extraction from chicory or agave, such as inulin, in which they can be commercially produced through hydrolysis (e.g. oligofructose from inulin) or through catabolic enzymatic reactions (e.g. fructooligosaccharides/FOS from sucrose or galactooligosaccharides/GOS or lactulose from lactose). He stated that as gastrointestinal problems are ubiquitous, prebiotics based fortification of positive gut bacteria is appropriate for anyone, in which the earlier and later stages of life are thought to be especially relevant. The following are situations where prebiotics use may benefit the clinical situations: acute gastroenteritis, anti-tumor effects, obesity and related disorders, irritable bowel syndrome and mineral bioavailability. However, there is a need to do further studies that include a functional, as well as compositional, assessment of microbiota changes following prebiotics use, and also studies into clinical outcomes, by using a safe and user friendly approach.

In deciphering host-gut microbiome interaction via metabolomics as presented by Ivan Yap KS from Malaysia, it is known that the mammalian gut contains hundreds of species of commensal and symbiotic microbes that mainly reside in the large intestine. The gut microbiota contributes to myriads of mammalian processes, including defense against pathogens at the gut level, immunity, intestinal microvilli development, non-digestible dietary fiber fermentation and protein putrefaction. They represent a level of biological evolutionary development, i.e. true symbiosis in which characterized by extensive ‘transgenomic’ modulation of metabolism and function, and the contribution of gut microbiome in human physiological functions and disease state.

Furthermore, epidemiological studies have shown that certain patterns of stool microbiota in infants may have an adverse influence on the immune system, and resulting in disorders such as eczema and allergic disease. Lee BW, pediatrician from Singapore lectured on the gut microbiota and development of allergic disease, and stated that colonization of the infant’s gut begins at birth. Aberrations in the pattern of the microbiota are influenced by lifestyle and environmental factors, i.e. the extension of the hygiene hypothesis that promotes the development of allergic diseases. Clinical evidence has shown some benefit of probiotic bacteria in a number of gut related disorders such as infective gastroenteritis, necrotizing enterocolitis (NEC) of prematurity, and antibiotic-induced diarrhea. However, it still remains controversial whether supplementation with probiotics has beneficial systemic effects on immunological disorders such as atopic eczema.

Community studies on the effectiveness of probiotics for the prevention of acute diarrhea among children in Indonesia and other developing countries showed that some probiotics, but not all, are promising in reducing the burden of diarrheal disease on top of dietary and hygienic improvements. Rina Agustina, probiotics expert from Indonesia suggested for more high quality studies to confirm the results before recommending a routine use of probiotics to prevent diarrhea in children of developing countries, such as Indonesia.

As conclusions, gut health is important for the human systemic health, especially for children. It promotes child growth and development. Therefore, gut health is perfectly important to support nutrition program to alleviate the high prevalent of nutritional problems. Some nutrients such as glutamine and zinc are effective to maintain gut health, as well as pre and probiotics as functional foods. Operational and translational research should be conducted in a multidisciplinary approach to help confirming the effects of some specific nutrients and pre-probiotics in maintaining gut health.

Reported by Saptawati Bardosono

(9th Asia Pacific Conference on Clinical Nutrition)


Malnutrisi seringkali terjadi pada pasien yang telah dipulangkan ke rumah pasca dirawat di rumah sakit. Malnutrisi terjadi pada pasien yang masih mengalami masalah medis, kurangnya asupan nutrisi yang memadai, kurangnya aktivitas fisik, sosial dan lingkungan yang dapat meningkatkan infeksi dan waktu penyembuhan. Arvanitakis M. et al 2008 dalam laporannya menyebutkan bahwa prevalensi malnutrisi setelah pasien berada di rumah antara 15% hingga 65%.[i]

Keadaan malnutrisi pada perawatan di rumah dapat diperberat jika saat pasien dirawat di rumah sakit sudah mengalami malnutrisi atau berisiko malnutrisi. Ray S, et al. 2013 dalam suatu survey di Inggris sejak tahun 1994 mendapatkan angka malnutrisi perawatan pasien rumah sakit terdapat antara 11% hingga 45%.[ii]

Mengatasi malnutrisi pasien pada perawatan di rumah pasca dirawat di rumah sakit memerlukan asupan nutrisi sesuai penyakit dan kebutuhan nutrisi pasien. Tatalaksana nutrisi dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan ke rumah yang bertujuan untuk memantau dan memperbaiki status gizi, edukasi pola hidup serta mencegah komplikasi penyakit lebih lanjut guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Kegiatan kunjungan ke rumah merupakan pelayanan kesehatan yang dikembangkan untuk lanjutan perawatan di RS. Pengelolaan perawatan di rumah diharapkan sesuai dengan kebutuhan waktu, keuangan, fisik dan emosi pasien yang melibatkan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer, keluarga maupun masyarakat sekitarnya guna meningkatkan kesembuhan dan kualitas hidup pasien.[iii]

[i]. Arvanitakis M et al. Nutrition in care homes and home care: How to implement adequate strategies (report of the Brussels Forum (22-23 November 2007)) Clinical Nutrition 2008; 27, 481-488

[ii]. Ray S, Laur C, Golubic R. Malnutrition in healthcare institutions: A review of the prevalence of under- nutrition in hospitals and care homes since 1994 in England.

Clinical Nutrition xxx (2013) 1-7

[iii]. Ramsdell J W, et al. Medical Management of the Home Care Patient. Guidelines for Physicians. Third Ed. 2007 American Medical Association and American Academy of Home Care Physicians

bottom of page